Jangan Berusaha

Saya pernah membaca suatu buku yang menceritakan tentang Charles Bukowski. Dia adalah seorang penulis terkenal tapi sebelum itu dia adalah seorang pecandu alkohol, senang main perempuan dan pejudi kronis. Bisa dibilang dia adalah seorang pecundang. Dia selalu bercita cita ingin menjadi penulis, tapi tulisan tulisan nya selalu di tolak oleh media dan para penerbit. Akhirnya, di usianya ke 50 tahun dimana ia sudah hilang harapan seorang editor muncul dan memberi kesempatan kepada Bukowski untuk membuat buku pertamanya yang berjudul "Post Office". Keberhasilannya dalam Post Office membuat Bukowski terus menciptakan buku, ada enam buku karya Bukowski dan berhasil dijual lebih dari dua juta kopi. Yang hebat disini adalah bahwa Bukowski tidak pernah selalu berusaha menjadi penulis yang baik dan hebat. Dia hanya jujur pada dirinya sendiri dan mau menerima dirinya sendiri. Sebenarnya dia adalah penulis yang kejam, bahasanya kasar dan selalu menyudutkan suatu pihak. Tapi dari kejujuranyalah yang membuat sang editor memberi kesempatan kepada Bukowski sehingga dia berhasil menjadi penulis. Ketika Bukowski sudah meninggal, suatu kalimat tertulis di batu nisannya, yaitu "Jangan Berusaha"

Ketika saya membaca kisah Charles Bukowski saya merasa bahwa kehidupan saya lumayan relevan dengan apa yang dikatakan Bukowski. Ada beberapa pengalaman saya dimana saya sudah berusaha pada sesuatu tetapi hasilnya nol. Dan ketika membaca kisah Bukowski mungkin saya tahu apa yang saya harus lakukan, yaitu belajar menerima diri sendiri. Sumpah ini sulit beut....

Sebenernya ga akan ada solusi dalam tulisan ini saya hanya ingin menyampaikan pengalaman pengalaman saya dalam berusaha dan tidak berusaha. Saya ga mewajibkan kalian untuk setuju dengan tulisan ini. Saya ingin membuat tulisan ini karena kalimat "Jangan Berusaha" selalu terngiang ngiang di kepala. So, mari kita mulai sejak saya masih SMP.

Setelah lulus dari SMP sebenernya saya tahu bahwa nilai/nem saya akan kecil padahal hasilnya belum dibagiin. Jelas sekali nilai saya pasti tidak cukup untuk masuk ke salah satu SMA favorit di Bandung. Tapi saya pengen masuk ke salah satu SMA favorit di Bandung maka dari itu saya daftar lewat jalur prestasi. Pada saat itu saya mendaftar dengan prestasi menulis. Jadi waktu SMP saya pernah ikut lomba nulis gitu, ngga juara sih tapi score yang tercantum di sertifikat nya lumayan bagus makanya saya pede daftar dengan prestasi menulis. Sehari sebelum di tes saya sudah menyiapkan cerita bahkan mengahafal, saya sudah siapkan semua gaya bicara saya karena waktu sebelum tes ada tech meet dulu dan buat orang yang mendaftar prestasi menulis di suruh untuk menceritakan dengan omongan bukan dengan tulisan saja. Alhasil saya tidak keterima. Dan saya malah keterima di SMA yang peringkatnya paling bawah dikota Bandung, bahkan bisa dibilang SMA buangan. Tapi masalah masuk SMA saya ga sedih sedih amat. Lanjutttt setelah saya lulus SMA.

Sebelum menjelang UN SMA saya sudah menceritakan ke semua teman teman kelas bahwa saya akan melanjutkan untuk kuliah seni, yaitu perfilman di IKJ (Institut Kesenian Jakarta). Sebenernya saya udah ada keingingan buat kuliah disitu sejak saya masih SMP. Kalo orang normal punya mimpi untuk kuliah di ITB,UI,UGM dan kampus top lainnya saya malah punya mimpi kuliah di IKJ. Emang aneh. Sebelum tes ke IKJ saya mencari dulu informasi mengenai penyutradaraan dan perfilman agar berjalan lancar ketika tes wawancara dan saya juga mencari info transportasi yang bisa mengantarkan saya ke IKJ dan lokasi IKJ karena saya belum pernah kesana. Bahkan saya numpang tidur dikantor ayahnya sahabat saya, karena tes nya mulai jam 7 pagi, sedangkan tranportasi dari Bandung ke Cikini nyampenya jam 9, jadi saya harus nginep dulu. Gimana hasilnya ? KETERIMA !!! Seneng parah waktu itu, tapppppiiiiiiii...... Orang tua saya gamau bayar, dengan alasan swasta dan belum biaya biaya lainnya. Sedih banget perasaanya waktu itu, mimpi saya dari SMP yang saya kira akan terwujud ternyata gagal bukan karena saya ga keterima tapi orang tua memang tidak setuju dengan alasan biaya. Saya bisa bilang pengalaman ini adalah emosi terbesar dalam hidup saya. Setelah mengetahui gagal kuliah di IKJ saya memutuskan untuk nganggur dulu.

Di tahun 2017 keinginan untuk kuliah di IKJ menurun, mungkin karena banyaknya merenung dan saya sadar oleh masalah biaya tersebut. Maka dari itu saya semangat untuk ikut SBMPTN, pada saat itu saya memlih UI-Komunikasi, Unpad-Tv Film & Unpad-Jurnalisitik. Dua bulan lebih sebelum SBMPTN saya habiskan untuk belajar, jarang banget saya belajar kayak gini waktu itu. Disekolah setiap ada UTS atau UAS saya selalu santai, tapi menghadapi SBM ini saya serius banget, makanya bisa konsisten dua bulan belajar dirumah dari jam 10-5 sore. Mungkin pengorbanannya belum seberapa sama anak anak yang ikut bimbel tapi setidaknya saya mengorbakan waktu demi menghadapi SBMPTN 2017. Apa yang terjadi ? Ga keterima. Perasaan saya bingung disini, bingung kenapa ga keterima dan bingung saya harus kemana. Akhirnya terjadi sebuah komunikasi bersama papah yang cukup memberi jalan keluar.

So.. tiga pengalaman saya di atas dan apa yang Bukowski katakan membuat saya berfikir untuk kedepannya. Sekali lagi saya tidak mengharuskan kalian untuk setuju dengan tulisan ini kalo beda pendapat ya gapapa, malah kita akan berdiskusi tentang kehidupan (soso'an ngajak diskusi kehidupan)

Untuk kedepannya mungkin saya akan tidak terlalu berusaha terhadap sesuatu, yang saya maksud disini adalah bahwa saya tidak akan berharap karena sudah berusaha. Apalagi jaman sekarang orang orang selalu mengatakan "belum rezekinya". Kalo memang seperti itu berarti buat apa kita berusaha ? Yang terpenting bukan usaha tapi kita mengambil kesempatan untuk mencoba. Saya punya seorang teman yang tidak terlalu pintar, tapi faktanya dia keterima SBMPTN disalah satu universitas top di Bandung. Tandanya apa ? Berarti emang rezeki nya dia, dan dia mengambil kesempatan untuk mencoba. Saya pun punya pengalaman ketika tidak berusaha tetapi hasilnya cukup menyenangkan. Saya pernah membuat video pendek untuk kebutuhan lomba, saya tidak terlalu serius untuk mengerjakannya pokoknya apa yang ada di kepala saya shoot. Apa hasilnya ? Video nya memperoleh juara satu se fakultas. Dan saya pernah membuat film pendek dokumenter, saya tidak terlalu serius mengerjakannya, saya tidak melihat tutorial cara membuat dokumenter terlebih dahulu, pokonya apa yang saya lihat bagus, saya shoot, saya edit dan beres. Hasilnya film pendek dokumenter tersebut meraih juara dua se jurursan, bahkan salah satu teman dekat saya yang pernah mengenyam pendidikan broadcast di SMK nya mengatakan video saya bagus sebagai orang yang belajar dunia pervideoan/filman dari internet doang. Itulah pengalaman saya ketika saya berusaha terhadap sesuatu hasilnya nol dan ketika saya cuek atau bodo amat terhadap sesuatu hasilnya malah cukup membanggakan. Maka dari itu saya ingin sekali memperdalam ilmu bodo amat. Bodo amat terhadap hasil, bodo amat terhadap apa yang orang katakan. Yang paling sulit adalah bodo amat apa yang orang lain katakan, pasti selalu kepikiran dan akhirnya pusing sendiri. Sekarang saya sedang kuliah di salah satu universitas yang dimana papah saya sendiri menjadi dosennya. Beda faklutas sih, cuman cap sebagai anak dosen selalu kepikiran dan terkadang menjadi beban. Faktanya saya di kelas tidak pernah ikut berdiskusi, cenderung diam tapi memperhatikan. Pokonya tidak mencerminkan anak dosen, apalagi papah saya emang pintar dalam akademik. Makanya saya bisa bilang kalo hubungan saya dengan papah tidak ada isitilah "Like Father Like Son". Mungkin kalo ada pun pasti bukan di bidang akademik, saya yakin itu. Apapun yang orang katakan tentang saya sebagai anak dosen saya akan bodo amat, karena saya bukan papah saya dan sebaliknya.

Ketika saya sudah berusaha terhadap sesuatu dan hasilnya nol, saya ingin bodo amat terhadap hal tersebut dan melanjutkan kehidupan saya seperti biasa dan lakukan hala hal yang suka kembali. Dan saya rasa saya sedang mempelajarinya, karena seringnya saya menghadapi penolakan. Baru baru ini saya tidak lolos tahap satu pada sebuah lembaga yang mengadakan pertukaran pelajar ke Australia, untuk pertama kalinya saya tidak sedih dan kecewa. Yang saya katakan adalah "Ok, mari kita lakukan sesuatu yang produktif".

Itulah tulisan saya mengenai "Jangan Berusaha". Seperti yang saya katakan bahwa tidak ada solusi dalam tulisan ini, tidak ada pencerahan bagi kalian yang baca dalam menghadapi kehidupan kedepannya. Hanya sebuah pengalaman dan pemikiran yang muncul karena pengalaman tersebut. Saya masih berusia 19 tahun, pasti akan menghadapi banyak penolakan lagi, yang jelas saya akan bersikap bodo amat dan tetap melakukan apa yang saya suka. Yang terpenting tujuan utama saya tetap tercapai walaupun jalannya tidak sesuai dengan harapan.

Wassalam..

Share this:

CONVERSATION

2 komentar: